1.
SLB - A
Sebelum
menjelaskan tentang sistem pembelajaran yang baik pada SLB-A, saya akan
memberikan penjelasan singkat mengenai orang-orang yang berada pada SLB-A,
yaitu tunanetra. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam
penglihatan/ tidak berfungsinya indera penglihatan.
Tunanetra terbagi atas 2, yaitu:
- Kebutaan Total : yaitu dimana indera penglihata seseorang benar-benar sudah tidak dapat berfungsi lagi
- Low Vision : seseorang dikatakan Low vision apabila orang tersebut mengalami kekurangan penglihatan.
Ø Klasifikasi:
- Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan:
- Tunanetra sebelum dan sejak lahir
- Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil
- Tunenatra pada usia sekolah atau pada masa remaja
- Tunanetra pada usia dewasa
- Tunanetra dalam usia lajut.
·
Berdasarkan
kemampuan daya penglihatan:
- Tunanetra ringan
- Tunanetra setengah berat
- Tunanetra berat.
Media-media yang digunakan
tunanetra:
·
Papan
baca (Kenop)
·
Reglette
dan stilus (pena) yaitu alat tulis manual
·
Mesin
TIK Braille
·
Kaset
Sistem belajar
efektif
Untuk mengetahui sistem belajar yang
efektif bagi penyandang tunenetra, ada beberapa prinsip yang harus kita ketahui
terlebih dahulu. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
·
Prinsip Individual
Prinsip individual adalah prinsip
umum dalam pembelajaran manapun (SLB maupun pendidikan umum) guru dituntut
untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu.
2) Prinsip
totalitas
Anak tunanetra kemungkinan dapat
memperoleh pengalaman objek secara utuh jika menggunakan semua pengalaman alat
inderanya yang masih berfungsi untuk memahami suatu konsep.
3) Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)
Strategi pembelajaran haruslah
memungkinkan atau mendorong anak tunanetra belajar secara aktif dan mandiri.
2.
SLB - B
Metode Pengajaran Bahasa bagi Anak
Tunarungu
Terdapat
tiga metode utama individu tunarungu belajar bahasa, yaitu dengan membaca
ujaran, melalui pendengaran, dan dengan komunikasi manual, atau dengan
kombinasi ketiga cara tersebut.
1) Belajar Bahasa
Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)
Orang dapat memahami pembicaraan
orang lain dengan “membaca” ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi,
hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir (Berger, 1972).
Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau
jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi
ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat
memastikan bunyi apa yang dilihatnya
2) Belajar Bahasa
Melalui Pendengaran
Ashman & Elkins (1994)
mengemukakan bahwa individu tunarungu dari semua tingkat ketunarunguan dapat
memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang
telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat yang
berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis alat
pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal (mikropon
dan speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen internal
(rangkaian elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam cochlea (ujung
organ pendengaran) di telinga bagian dalam. Komponen eksternal dan internal
tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis cochlear implant dirancang
untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan stimulasi
elektrik pada syaraf pendengaran (Laughton, 1997).
3.
SLB-C
·
SLB bagian C adalah sekolah luar biasa untuk Tunagrahita yaitu individu
yang memiliki intelegensi yang signifikan dibawah rata-rata disertai dengan
ketidakmampuan adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Pembelajaran untuk tuna grahita ditujukan pada kemampuan bina diri dan
sosialisasi.Klasifikasi tuna grahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
1.
Tunagrahitaringan (IQ :
51-70),
2.
Tunagrahitasedang (IQ :
36-51),
3.
Tunagrahitaberat (IQ :
20-35),
4.
Tunagrahitasangatberat (IQ dibawah 20).
·
Anak tuna grahita adalah yang memiliki keterbelakangan mental dari anak normal
pada umumnya. Di sekitar kita banyak dijumpai anak tuna grahita atau anak
terbelakang mental. Mereka biasanya menarik diri dari pergaulan karena mereka
sering dihina oleh teman dan lingkungannya sebagai anak yang bodoh.
·
Asas pengajaran yang selama ini telah diterapkan di sekolah luar biasa bagian C
yaitu:
a.
Asas
Keperagaan
Karena anak tuna grahita sangat
lambat daya tangkapnya maka penggunaan alat bantu mengajar sangat bermanfaat.
Manfaat penggunaan alat peraga bagi anak tuna grahita yaitu untuk menarik minat
anak untuk belajar agar anak tidak cepat bosan karena anak tuna grahita
cepat sekali bosan dalam menerima pelajaran, mencegah verbalisme yaitu
anak hanyatahu kata-kata tanpa mengerti maksudnya anak tuna grahita sering
menirukan apa yang didengar atau dikatakan oleh temannya padahal mereka tidak
tahu maksud yang dikatakan tersebut, dengan alat peraga pengalaman anak akan
diberikan secara baik yaitu dari yang paling kongkret menuju ke hal yang
kongkret akhirnya ke hal-hal yang abstrak, anak akan mendapat pengertian yang
mendalam. Untu kanak tuna grahita penggunaan alat peraga ini lebih banyak
karena berguna membantu proses berpikir anak, meskipun pengertian materi-materi
tersebut sangat sederhana.
b.
Asas
Kehidupan Konkret
Di dalam penerapan asas ini anak
diperlihatkan dengan benda atau dengan situasi yang sesungguhnya, kemudian
dijelaskan pula penggunaan atau kenyataan yang sesungguhnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Suatu contoh anak diajak kepasar, dikenalkan alat-alat atau kebutuhan makanan sehari-hari. Misal: panci, sendok, piring, garpu dan lain-lain beserta penggunaan atau bahan makan missal beras, sayuran, gula, dan sebagainya. Atau contoh lain anak dikenalkan alat-alat yang dipergunakan untuk membersihkan gigi, dijelaskan bagaimana cara menggunakan sekaligus diberi pengertian dengan menggosok gigi secara rutin dapat terjaga kesehatan giginya.
Suatu contoh anak diajak kepasar, dikenalkan alat-alat atau kebutuhan makanan sehari-hari. Misal: panci, sendok, piring, garpu dan lain-lain beserta penggunaan atau bahan makan missal beras, sayuran, gula, dan sebagainya. Atau contoh lain anak dikenalkan alat-alat yang dipergunakan untuk membersihkan gigi, dijelaskan bagaimana cara menggunakan sekaligus diberi pengertian dengan menggosok gigi secara rutin dapat terjaga kesehatan giginya.
c.
Asas
Sosialisasi
Bersosialisasi penting sekali bagi
anak tuna grahita. anak tuna grahita harus belajar mewujudkan dirinya sendiri
dan diharapkan anak merasa bahwa dirinya punya pribadi yang ada persamaan dan
perbedaan dengan pribadi yang lain. Dengan penerapan asas ini diharapkan anak
terbelakang dapat menemukan tempat tertentu dalam masyarakat yang sesuai dengan
kemampuannya dan dapat mengembangkan tingkah laku yang sesuai serta dapat
diterima dalam masyarakat.
d.
Asas
Skala Perkembangan Mental
Mengingat bahwa anak tuna grahita
mempunyai keterbelakangan dalam kemampuan berpikir, akibatnya ada anak yang
mempunyai umur kalender lebih banyak, sedang umur mentalnya dibawah umur
kalendernya. Oleh sebab itu dalam pengajaran diterapkan asas skala perkembangan
mental. Asas ini berhubungan dengan penempatan anak di dalam kelas-kelas.
Pengajaran akan berhasil apabila di dalam suatu kelas perkembangan mental anak
sama atau hamper sama, sehingga memudahkan dalam memberikan materi pelajaran.
Meskipun demikian dalam menyampaikan pelajaran guru harus menyesuaikan dengan
kemampuan masing-masing anak.
e.
Asas
Individual
Maksud asas individual yaitu
pemberian bantuan atau bimbingan kepada seseorang sesuai dengan kemampuannya
agar dapat belajar dengan baik. Asas ini penting sekali bagi anak tuna grahita
dikarenakan kemampuannya yang terbatas sehingga menghambat perkembangan
kepribadian. Oleh karena itulah perlu pengajaran individual. Karena selain
kemampuan yang terbatas, anak tuna grahita cenderung terganggu emosinya/ emosi
tidak stabil dimana hal ini merupakan penghambat, maka perlu pengajaran
individual guna mencari sebab dan cara mengurangi gangguan tersebut.
·
Implikasipendidikanbagianaktunagrahita:
1.
Terapigerak
2.
Terapibermain
3.
Kemampuanmerawatdiri
4.
Keterampilanhidup
5.
Terapibekerja
·
Pelayananpendidikan yang diberikan:
1. Kelas
transisi
Merupakan kelas bagi anak tuna
grahita yang berada di sekolah regular sebagai persiapan dan pengenalan
pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah
khusus (sekolah luar biasa bagian C dan C1)
Layanan pendidikan untuk anak tuna
grahita yang diberikan pada sekolah luar biasa. Kegiatan belajar mengajar
sepanjang hari di kelas khusus, untuk anak tuna grahita ringan dapat bersekolah
di SLB-C, sedangkan anak tuna grahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3. Pendidikan
terpadu
Anak tuna grahita belajar
bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru
regular pada sekolah reguler. Jika anak tuna grahita mempunyai kesulitan akan
mendapat bimbingan dari guru pembimbing khusus dari SLB terdekat.
4. Program
sekolah dirumah
Program ini ditujukan bagi anak tuna
grahita yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena
keterbatasan, misal: sakit.
5. Program
inklusif
Layanan pendidikan inklusi
diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tuna grahita belajar bersama – sama
dengan anak reguler,pada kelas dan guru/pembimbing yang
sama.
6. Panti
(Griya) Rehabilitasi Panti ini ditujukan bagi anak tuna grahita berat, yang
mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki
kelainan ganda seperti penglihatan,pendengaran, atau motorik.
D. SLB-D
Sistem Pendidikan Bagi Anak
Tunadaksa
Anak
Tunadaksa (cacat tubuh) termasuk salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang
memiliki kelainan atau kecacatan pada fisiknya, yaitu pada sistem otot, tulang
dan persendian akibat dari adanya penyakit, kecelakaan, bawaan sejak lahir, dan
atau kerusakan di otak.
Kelainan
atau kecacatan yang disandang oleh seseorang memiliki dampak langsung (primer)
dan tidak langsung (sekunder), baik terhadap diri anak yang memiliki kecacatan
itu sendiri maupun terhadap keluarga dan masyarakat.
Dampak langsung atau primer dari kecacatan tunadaksa adalah adanya gangguan mobilitas atau ambulasi, gangguan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Aktivity of Daily Living/ADL), gangguan dalam komunikasi, gangguan fungsi mental, dan gangguan sensoris. Sedangkan dampak tidak langsung atau dampak sekunder adalah reaksi penyandang kelainan tersebut (Franklin C.Schortz,1980). Artinya bagaimana anak menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh kecacatan yang disandang dalam kehidupannya. Semua dampak kecacatan tersebut akhirnya akan menimbulkan permasalahan. Karena itu, masalah tersebut perlu segera memperoleh penanganan sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak.
Dampak langsung atau primer dari kecacatan tunadaksa adalah adanya gangguan mobilitas atau ambulasi, gangguan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Aktivity of Daily Living/ADL), gangguan dalam komunikasi, gangguan fungsi mental, dan gangguan sensoris. Sedangkan dampak tidak langsung atau dampak sekunder adalah reaksi penyandang kelainan tersebut (Franklin C.Schortz,1980). Artinya bagaimana anak menghadapi masalah yang ditimbulkan oleh kecacatan yang disandang dalam kehidupannya. Semua dampak kecacatan tersebut akhirnya akan menimbulkan permasalahan. Karena itu, masalah tersebut perlu segera memperoleh penanganan sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak.
Pada
dasarnya kebutuhan anak Tunadaksa dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
kebutuhan untuk memperoleh pelayanan medik guna mengurangi permasalahan yang
dialami anak di bidang medis, kebutuhan untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi
dan habilitasi guna mengurangi gangguan fungsi sebagai dampak dari adanya
kecacatan tunadaksa, dan kebutuhan untuk memperoleh pendidikan khusus.
Rehabilitasi pendidikan diwujudkan berupa Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagian D
(Tunadaksa).
Tujuan
umum pendidikan di SLB-D adalah untuk mengembangkan potensi siswa secara
optimal dan tujuan khususnya agar siswa dapat mandiri minimal dapat mengurus
dirinya sendiri, menjadi lebih baik. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut
di sekolah telah melaksanakan berbagai kegiatan seperti pembelajaran, latihan,
dan bimbingan baik pada siswa maupun pada orang tuanya.
B. PENDIDIKAN YANG IDEAL BAGI ANAK
TUNADAKSA
Tujuan pendidikan anak Tunadaksa
bersifat ganda (dual purpose), yaitu yang berhubungan dengan aspek rehabilitasi
pemulihan dan pengembangan fungsi fisik, dan yang berkaitan dengan pendidikan
yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Frances
P. Connor (1995) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek yang perlu
dikembangkan pada diri masing-masing anak Tunadaksa melalui pendidikan, yaitu:
(1) pengembangan intelektual dan akademik, (2) membantu perkembangan fisik, (3)
meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak, (4) mematangkan aspek
sosial, (5) mematangkan moral dan spiritual, (6) meningkatkan ekspresi diri,
dan (7) mempersiapkan masa depan anak.
Adapun prinsip dasar program pendidikannya meliputi:
Adapun prinsip dasar program pendidikannya meliputi:
1.Keseluruhan anak (All the
children)
2. Kenyataan (Reality)
3. Program yang dinamis (A dynamic
program)
4. Kesempatan yang sama (Equality of
opportunity)
5. Kerjasama (Cooperative)
Sedangkan prinsip khusus
pendidikannya terdiri dari prinsip multisensori dan prinsip individualisasi.
Multisensori berarti banyak indera, maksudnya dalam proses pendidikan pada anak
tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada
dalam diri anak agar kesan pendidikan yang diterimanya lebih baik. Prinsip
individualisasi berarti kemampuan masing-masing diri individu lebih dijadikan
titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka. Model layanannya dapat
berbentuk individual dan klasikal pada individu yang cenderung memiliki
kemampuan yang hampir sama, bahan pelajaran yang diberikan pada siswa sesuai
dengan kemampuan masing-masing anak. Layanan pendidikan untuk anak Tunadaksa
dapat dilakukan dengan pendekatan guru kelas, guru mata pelajaran/bidang studi,
campuran dan pengajaran tim.
Pembelajaran di sekolah idealnya
sebagai berikut:
a. Perencanaan kegiatan belajar
mengajar: Program pendidikan yang diindividualisasikan
b. Prinsip Pembelajaran: Prinsip multisensori dan prinsip individualisasi
b. Prinsip Pembelajaran: Prinsip multisensori dan prinsip individualisasi
c. Penataan Lingkungan Belajar.
Bangunan gedung memprioritaskan tiga
kemudahan: mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah
mengadakan penyesuaian.
d. Personil: guru PLB, guru regular,
dokter ahli anak, dokter ahli rehab medis, dokter ahli ortopedi, dokter ahli
syaraf, psikolog, guru BP, social worker, fisioterapist, occupational
therapist, speechterapist, orthotic dan prosthetic.
e. Bimbingan Belajar Anak Tunadaksa
memerlukan bimbingan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga kemampuan
dasar ini perlu memperoleh layanan sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan
masing-masing anak, manakala telah memasuki program sekolah dasar.
f. Pembinaan Karier dan Pekerjaan
Untuk mempersiapkan masa depan anak,
di sekolah perlu adanya pembinaan karier. Pengertian karier tidak dipandang
hanya sebagai pekerjaan yang diberikan pada tamatan sekolah menengah atas,
tetapi dibutuhkan oleh semua siswa sejak Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan
Tinggi. Pada jenjang TKLB dan SDLB materi pembahasannya adalah untuk memberikan
pengertian dasar mengenai kemungkinan pekerjaan dalam hidup kelak dan
memberikan kesadaran bahwa sekolah memberi kesempatan untuk bereksplorasi dalam
mempersiapkan kehidupan kelak; sedangkan pada tingkatan yang lebih tinggi
selain melanjutkan materi tersebut telah diarahkan pada prevokasional maupun
vokasional.
Pembinaan
karier dan pekerjaan dimulai dari kegiatan asesmen karir dan pekerjaan agar
dapat menyusun program pembinaan karir dan vokasional yang sesuai dengan
kondisi kemampuan dan kecacatan anak tunadaksa. Berkaitan dengan penyusunan
program, Philip (1986) mengemukakan bahwa program yang disusun harus berbentuk IEP
(Individualized Educational Program) yang mempunyai ciri-ciri sasaran untuk
remidi bila siswa mengalami kesulitan dalam membaca formulir pekerjaan,
berkomunikasi dengan menggunakan telepon, penggunaan uang dalam pekerjaan, dll.
Salah satu contoh pogram IEP adalah pengembangan motorik halus untuk pekerjaan
menjahit, pertanaman, mengatur makanan, dll.
Alur
pembinaan karier dan pekerjaan dapat disajikan seperti berikut:
Asesmen → pemograman → proses → evaluasi → daya guna/tepat guna
C. SISTEM PENDIDIKAN ATD DI RUANG SUMBER BELAJAR (RSB)
cara melakukan proses belajar mengajar di Ruang Sumber Belajar (RSB). Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa: RSB lebih dapat meningkatkan potensi anak secara optimal, karena di RSB terdapat banyak sumber dan alat-alat yang dapat membantu pemahaman anak dalam belajar. Disamping itu juga anak sambil latihan bergerak dengan berpindah antar RSB, anak tidak mudah bosan dan pengajaran yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
1. Tujuan Belajar di RSB
Asesmen → pemograman → proses → evaluasi → daya guna/tepat guna
C. SISTEM PENDIDIKAN ATD DI RUANG SUMBER BELAJAR (RSB)
cara melakukan proses belajar mengajar di Ruang Sumber Belajar (RSB). Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa: RSB lebih dapat meningkatkan potensi anak secara optimal, karena di RSB terdapat banyak sumber dan alat-alat yang dapat membantu pemahaman anak dalam belajar. Disamping itu juga anak sambil latihan bergerak dengan berpindah antar RSB, anak tidak mudah bosan dan pengajaran yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
1. Tujuan Belajar di RSB
Secara
umum bertujuan untuk mengembangkan potensi anak seoptimal mungkin, dan secara
khusus agar anak Tunadaksa dapat mandiri baik dalam mengurus dirinya sendiri
maupun dapat menghidupi dirinya. Minimal menjadi lebih baik atau selangkah
lebih maju dari apa yang telah dimiliki anak.
2. Proses Belajar di RSB
2. Proses Belajar di RSB
Langkah-langkah
belajar di RSB melalui prosedur sebagai
berikut:ATD→PENGELOMPOKAN→ASSESMEN→PENYUSUNAN PROGRAM (IEP)→PELAKSANAAN PBM DI
RSB→EVALUASI→FOLLOW UP.
Berdasarkan proses tersebut, maka RSB ditata sesuai dengan kurikulum yang digunakan, yaitu meliputi:
Berdasarkan proses tersebut, maka RSB ditata sesuai dengan kurikulum yang digunakan, yaitu meliputi:
a.
Ruang assesmen
b.
Ruang program umum yang terdiri dari semua bidang studi yang diajarkan, yaitu:
RSB Agama, RSB Bahasa, RSB Matematika, RSB IPA, RSB IPS, RSB PPKN, RSB
Kesenian, RSB Keterampilan, dan RSB Penjaskes.
c.
Ruang program khusus yang terdiri dari: RSB Bina Diri, RSB Bina Gerak, dan RSB
Bina Bicara.
d.
Ruang program muatan lokal yang terdiri dari: RSB Kesenian Daerah
e.
Ruang program pilihan yang terdiri dari: RSB Pertukangan, menjahit,
memasak, komputer, fotograpi, dll.
3.
Cara Belajar di RSB
Sebelum
belajar di RSB, ATD perlu diklasifikasikan sesuai dengan kriteria menjadi
kelompok akademik, kelompok keterampilan, kelompok pengembangan, dan kelompok
Autis. Kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut:
a.
Melaksanakan assesmen per anak sebagai dasar penyusunan program.
Adapun
jenis asesmen yang dilakukan meliputi:
1)
Pengumpulan data kemampuan dan ketidakmampuan fisik tentang: kekuatan
otot-otot, luas daerah gerak sendi (Range of Motion/ROM), kemampuan motorik
halus dan motorik kasar, dan kemampuan gerak dasar tubuh yang dilakukan oleh
Fisioterapist dan dokter ahli rehabilitasi.
2)
Pengumpulan data kemampuan psikis tentang: tingkat kecerdasan, bakat, minat,
dan emosi, dilakukan oleh Psikolog.
3)
Pengumpulan data kemampuan akademik dan keterampilan dasar tentang: calistung,
bidang studi, dan aktivitas kehidupan sehari-hari (Aktivity of Daily
Living/ADL) dilakukan oleh guru-guru.
4)
Pengumpulan data kemampuan sosialnya, dilakukan oleh guru dan sosial worker.
5)
Pengumpulan data kemampuan keterampilan/vocasional dilakukan oleh guru
keterampilan.
b.
Penyusunan Program
1)
Program kelompok disusun sebagai berikut:
a)
Kelompok akademik programnya sesuai kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuan
nyata anak.
b)
Kelompok keterampilan programnya: Calistung dan keterampilan dasar sesuai
dengan kemampuannya.
c)
Kelompok pengembangan programnya: sosialisasi, bermain, dan day care d)
Kelompok autis, programnya individual
2)
Program individual disusun berdasarkan kemampuan masing-masing anak c.
Pelaksanaan Program Belajar di RSB
Proses
belajar mengajar di RSB dilaksanakan per kelompok yang kemampuannya sama atau
hampir sama. Proses belajarnya bertitik tolak pada kemampuan masing-masing anak
dengan berprinsip pada individualisasi pengajaran. d.
Evaluasi
Evaluasi
dilaksanakan baik pada saat proses belajar berlangsung maupun setelah selesai
(Evaluasi proses dan hasil).
e. Bimbingan Belajar
Bagi
ATD yang mengalami kesulitan dalam belajar perlu diberikan bimbingan baik
secara individual maupun secara kelompok dengan remedial teaching.
f. Pembinaan Karier dan Pekerjaan
Kegiatannya
dimulai sejak melakukan asesmen kemampuan keterampilan dasar oleh guru
keterampilan dan psikolog untuk mengetahui kemampuan dan minatnya. Selanjutnya
disusun programnya sesuai dengan kondisi kemampuan dan kecacatan anak.
Pelaksanaannya diintegrasikan dalam proses belajar mengajar. Bagi siswa pasca
sekolah perlu pembinaan dan latihan-latihan khusus untuk mempersiapkan
pekerjaannya.
E.
SLB-E
Istilah tunalaras berasal dari dari
kata “tuna” yang berarti kurang dan “laras” berarti sesuai. Jadi anak tunalaras
berarti anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan. Perilakunya
sering bertentangan dengan norma-norma yang terdapat didalam masyarakat tempat
ia berada.
Berangkat dari pemikiran di atas,
seseorang yang diidentifikasi mengalami gangguan atau kelainan perilaku adalah
individu yang; (1) tidak mampu mendefinisikan secara tepat kesehatan mental dan
perilaku yang normal, (2) tidak mampu mengukur emosi dan perilakunya sendiri,
dan (3) mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi sosialisasi
Anak yang dikategorikan memiliki
kelainan emosi (emotional disturb) adalah anak yang mengalami kesulitan
menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan sosial karena adanya tekanan dari
dalam (inner tension), akibat adanya hal-hal yang bersifat neurotic
atau psikotic. Indikasi anak berkelainan emosi dapat dipantau dari
tekanan jiwa yang ditunjukkan dalam bentuk kecemasan yang mendalam (anxiety,
neurotism) maupun perilaku psikose. Perilaku anak penyandang
kelainan emosi dalam konteks yang lebih besar mengalami penyimpangan
penyesuaian perilaku social.
Beberapa bentuk kelainan perilaku
atau ketunalarasan yang dikategorikan kesulitan penyesuaian perilaku sosial (social
maladjusted) dan kelainan emosi (emotional disturb), dapat diuraikan
sebagai berikut:
- Anak kesulitan penyesuaian sosial dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
- Anak kelainan emosi, ekspresi wujudnya ditampakkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Kecemasan mendalam tetapi kabur dan tidak menentu arah kecemasan yang dituju (anxiety neurotic). Kondisi ini digunakan sebagai alat untuk mempertahankan diri melalui represi.
- Kelemahan seluruh jasmani dan rohani yang disertai dengan berbagai keluhan sakit pada beberapa bagian badannya (astenica) yang sukar diselesaikan. Alat untuk mempertahankan diri dari kondisi ini melalui pnarikan diri dari pergaulan.
- Gejala yang merupakan tantangan balas dendam karena adanya perlakuan yang kasar (hysterica konversia). Kondisi ini terjadi akibat perlakuan kasar yang diterima sehingga ia juga akan berlaku kasar terhadap orang lain sebagai balas dendam untuk kepuasan dirinya.
Layanan Bagi Anak Tunalaras
- 1. Jenis jenis layanan
Dalam jenis-jenis layanan dalam buku
pengantar pendidikan luar biasa akan dikemukakan beberapa hal, seperti
berikut.
- a. Mengurangi atau menghilangkan kondisi yang tidak menguntungkan yang menimbulkan atau menambah adanya gangguan perilaku.
Adapun kondisi yang tidak
menguntungkan itu adalah sebagai berikut
1)
Lingkungan fisik yang tidak memadai seperti ukuran kelas yang kecil dan
sanitasi yang bruruk. Tidak jarang hal ini akan menjadikan anak merasa bosan
dan tidak betah berada disekolah.
2)
Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten, seperti peraturan
sekolah yang member hukuman tanpa memperhatikan berat dan ringannya pelanggaran
siswa. Keadaan ini akan membuat anak merasatidak puas terhadap sekolah
3)
Guru yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik. Akibatnya
murid sering membolos berkeliaran di luar sekolah pada jaman belajar,
kadang-kadang digunakan untuk merokok, tawuran, dan lain-lain.
4)
Kurikulum yang digunakan tidak berdasarkan kebutuhan anak. Akibatnya anak harus
mengikuti kurikulum bagi semua anak walaupun hal itu tidak sesuai dengan
bakatnya. Demikian pula kurikulum yang berubah-ubah menjadikan anak merasa
jenuh, dan melelahkan.
5)
Metode dan teknik mengajar yang kurang mengaktifkan anak dapat mengakibatkan
anak bosan dan merasa lelah.
Selanjutnya Kauffman (1985)
mengemukakan ada enam kondisi yang menyebabkan ketunalarasan dan kegagalan
belajar, yaitu:
1)
Guru yang tidak sensitive terhadap kepribadian anak
2)
Harapan guru yang tidak wajar
3)
Pengelolaan belajar yang tidak konsisten
4)
Pengajaran keterampilan yang tidak relevan atau nonfungsional
5)
Pola reinforcement yang keliru, misalnya diberikanpada saat anak berperilaku
tidak wajar
6)
Model/contoh yang tidak baik dari guru dan dari teman sebaya.
Kondisi-kondisi yang tidak
menguntungkan tersebut agar dihindari sehingga tidak terjadi perkembangan anak
kearah penyimpangan perilaku dan kegagalan akademiknya. Lingkungan sekolah yang
ditata dengan baik akan menyenangkan anak belajar dan terhindar dari perasaan
bosan, lelah, serta tingkah laku yang tidak wajar.
- b. Menentukan model-model dan teknik pendekatan
1)
Model pendekatan
Sehubungan dengan model yang
digunakan dalam memberikan layanan kepada anak tunalaras Kauffman (1985)
mengemukakan jenis-jenis model pendekatan sebagai berikut.
- Model biogenetic
Model ini dipilih berdasarkan asumsi
bahwa gangguan perilaku disebabkan oleh kecacatan genetic atau biokimiawi
sehingga penyembuhannya ditekankan pada pengobatan, diet, olahraga, operasi,
atau mengubah lingkungannya
- Model behavioral (tingkah laku)
Model ini mempunyai asumsibahwa
gangguan emosi merupakan indikasi ketidakmampuan menyesuaikan diri yang
terbentuk, bertahan, dan mungkin berkembang karena berinteraksi dengan
lingkungan, baik di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, penangannya tidak
hanya ditujukan kepada anak tetapi pada lingkungan tempat anak belajar dan
tinggal
- Model psikodinamika
Model ini berpandangan bahwa
perilaku yang menyimpang atau gangguan emosi disebabkan oleh gangguan atau
hambatan yang terjadi dalam proses perkembangan kepribadian karena berbagai
factor sehingga kemampuan yang diharapkan sesuai dengan usianya terganggu. Ada
juga yang mengatakan adanya konflik batin yang tidak teratasi. Oelh karena itu,
untuk mengatasi gangguan perilaku itu dapat diadakan pengajaran
psikoedukasional, yaitu menggabungkan usaha membantu anak dalam mengekspresikan
dan mengendalikan perasaannya.
- Model ekologis
Model ini menganggap bahwa kehidupan
ini terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Gangguan perilaku terjadi karena adanya disfungsi antara anak dengan
lingkungannya. Oleh kaena itu, model ini menghendaki dalam memperbaiki problem
perilaku agar menguoayakan interaksi yang baik antara anak tentang
lingkungannya, misalnya dengan mengubah persepsi orang dewasa tentang anak atau
memodifikasi persepsi anak dengan lingkungannya. Rhoden (1967) menyatakan bahwa
masalah perilaku adalah akibat interaksi destruktif antara anak dengan
lingkungannya (keluarga, teman sebaya, guru, dan sekelompok kebudayaannya)
2)
Teknik pendekatan
Beberapa teknik pendekatan yang
digunakan dalam mengatasi masalah perilaku, di antaranya adalah sebagai
berikut:
- Perawatan dengan obat
Kavale dan Nye (1984) mengemukakan
bahwa obat-obatan dapat mengurangi atau menghilangkan gangguan perilaku,
seperti adanya perbaikan perhatian, hasil belajar dan nilai tes yang baik,
serta anak hiperaktif menuju kearah perbaikan.
- Modifikasi perilaku
Salah satu teknik yang banyak
dilakukan untuk mendorong perilaku prososial dan mengurangi perilaku antisocial
adalah penyesuaian perilaku melalui operant conditioning dan task analysis
(analisis tugas). Dengan operant conditioning kita mngendalikan stimulus yang
mengikuti respons. Pengondisian operant berdasarkan prinsip dasar bahwa
perilaku adalah suatu fungsi konsekuensi penerapan stimulus positif segera
setelah suatu respons merupakan hukuman.
Ada beberapa langkah melakukan
modifikasi perilaku, yaitu:
a)
Menjelaskan perilaku yang akan diubah
b)
Menyediakan bahan yang mengharuskan anak untuk duduk diam
c)
Mengatakan perilaku yang diterima.
Task analysis dilaksanakan dengan cara menata
tujuan dan tugas dengan lengkap, membuat tugas dengan terperinci sehingga anak
dapat melakukannya, barulah anak mengerjakan tugas itu dalam jangka waktu
tertentu, mengadakan pujian bila anak berhasil.
a)
Strategi psikodinamika
Tujuan utama pendekatan
psikodinamika adalah membantu anak menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan,
dan kekuatannya sendiri. Penganjur strategi ini menyarankan agar dilakukan
evaluasi diagnostic, perawatan, pengambilan keputusan, dan prosedur psikiatrik.
Mereka melihat bahwa perilaku maladaptive adalah pertanda konflik jiwa. Mereka
percaya bahwa penyingkiran suatu gejala tanpa menghilangkan penyebabnya hanya
menyebabkan penggantian dengan gejala lainnya.
b)
Strategi ekologi
Pendukung teknik, mengasumsikan
bahwa dengan diciptakannya lingkungan yang baik maka perilaku anak akan baik
pula.
- c. Tempat layanan
Tempat layanan pendidikan bagi anak
yang mengalamigangguan perilaku adalah ditempatkan disekolah khusus dan ada
pula yang dimasukkan dalam kelas-kelas biasa yaitu belajar bersama-sama dengan
anak normal. Berikut ini akan dikemukakan macam-macam tempat pendidikan anak
tunalaras.
1)
Tempat khusus
Tempat ini dikenal dengan Sekolah
Luar Biasa Anak Tunalaras (SLB-E). sama halnya dengan sekolah luar biasa yang
lain, SLB-E memiliki kurikulum dan struktur pelaksanaannya yang disesuaikan
dengan keadaan anak tunalaras. Anak yang diterima pada lembaga khusus ini
biasanya anak yang mengalami gangguan perilaku yang sedang dan berat. Maksudnya
perilaku anak telah mengarah pada tindakan criminal dan sangat mengganggu
lingkungannya. Pelaksanaan pendidikan anak tunalaras dapat and abaca pada
pelaksanaan pendidikan anak luar biasa jenis lain karena prinsipnya adalah
sama.
2)
Tempat integrasi (terpadu)
Dari banyak jenis anak tunalaras,
ada 3 jenis, yaitu hyperactive, distraktibilitas, dan impulsitas yang
kemungkinan banyak dijumpai di sekolah biasa (umum), di mana mereka belajar
bersama-sama dengan anak normal. Oleh sebab itu, pada uraian berikut akan
dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan layanan terhadap anak-anak tersebut.
- Hiperaktif
Berdasarkan klasifikasi dan
karakteristik yang dikemukakan oleh Quay (Hallahan & Kauffman, 1986),
hiperaktif termasuk dalamdimensi anak yang bertingkah laku kacau. Cirri-ciri
anak hiperaktif adalah sebgai berikut:
a)
Gerakkannya terlalu katif, tidak bertujuan, tak mau diam sepanjang hari, bahkan
waktu tidur ada yang melakukan gerakdiluar kesadaran
b)
Suka mengacau teman-teman sebayanya, dalam bertindak hanya menurutkan kata
hatinya sendiri dan mudah tersinggung
c)
Sulit memperhatikan dengan baik
Hiperaktif disebabkan oleh banyak
factor, seperti disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik, keracunan
serbuk timah, kekurangan giizi dan perawatan pada masa tumbuh kembang, minuman
keras dan obar-obatan terlarangselama kehamilan, kemiskinan, dan lingkungan
keluarga yang tidak sehat.
Berdasarkan factor-faktor peyebab
tersebut maka dapat diasumsiskan bebrapa cara/teknik dalammengadakan layanan,
antara lain medikasi/penggunaan obat, diet, modifikasi tingkah laku, lingkungan
ynag terstruktur, pengendalian diri, modeling.
Adapun pelaksanaan dari
teknik-teknik tersebut diadaptasikan dari Kauffman (1985), yaitu:
a)
Medikasi
Bagi anak hiperaktif, medikasi
sering dipakai adalah obat-obatan perangsang saraf terutama yang ada kaitannya
dengan penenangan
b)
Diet
Diet yang dianjurkan adalah
pantangan berbagai macam makanan termasuk makanan yang mengandung zat pewarna
atau penyedap rasa tiruan yang dapat menyebabkan hiperaktif. Juga disarankan
agar dihindari penggunaan obat kumur yang mengandung zat pewarna.
c)
Modifikasi tingkah laku
Semua perilaku merupakan
hasilbelajar atau diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya. Oleh
karena itu, perilaku juga dapat diubah dan dikendalikan dengan mengukur pola
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Agar penerapan teknik
modifikasi tingkah laku berhasil perlu diperhatikan berbagai prinsip antara
lain : menentukan kapan harus member hadiah, kapan harus member hukuman, serta
jenis penguat apa yang pantas dipakai.
d) Lingkungan
yang terstruktur
Pada dasarnya, pendekatan ini
menekankan pengaturan lingkungan belajar anak sehingga tidak menjadi penyebab
munculnya perilaku hiperaktif, misalnya dengan mengurangi
objek/benda/warna/suara di kelas yang dapat mengganggu perhatian anak,
penjelasan secara terperinci jenis perilaku yang dapat/tidak dapat dilakukan
anak di kelas, pemberian konsekuensi(hadiah, hukuman) yang sangat konsisten,
dan system pembelajaran yang sangat terstruktur.
e)
Modeling
Perilaku yang ditunjukkan anak
sering merupakan akibat meniru atau mencontoh perilaku yang diberikan oleh
teman sekelas atau orang dewasa. Dengan asumsi ini, sistem meniru (modeling)
dapat dipakai untuk mengurangi perilaku hiperaktif. Prosedur yang dipakai
adalah dengan menyuruh anak normal di kelas untuk member contoh perilaku yang
baik.
f)
Biofeedback
Biofeedback merupakan teknik pengendalian
perilaku atas proses biologis internal dengan cara member informasi kepada anak
mengenai kondisi perilaku dan tubuhnya. Adapun pelaksanaannya, antara lain anak
dilatih untuk mengendalikan otot-ototnya dengan memantau sendiri tekanan
ototnya.
- 2. Macam-macam layanan
Di dalam pelaksanaan
penyelenggaraannya kita mengenal macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan
anak tunalaras/sosial sebagai berikut:
- Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka masih tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus.
- Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak.
- Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kawan yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
- Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.
F. SLB-G
Pengertian dan Karakteristik Anak
Tunaganda
Yang disebut anak tunaganda adalah
anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang
menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya
dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja,
melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan
yang dimiliki.
Anak tunaganda biasanya menunjukkan
fenomena-fenomena perlaku di antaranya :
1.Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi.
2. Perkembangan motorik dan fisiknya terlambat.
1.Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi.
2. Perkembangan motorik dan fisiknya terlambat.
3. Seringkali menunjukkan perilaku
yang aneh dan tidak bertujuan.
4. Kurang dalam keterampilan
menolong diri sendiri.
5.Jarang berperilaku dan
berinteraksi yang sifatnya konstruktif.
6.Kecenderungan lupa akan
keterampilan keterampilan yang sudah dikuasai.
7.Memiliki masalah dalam mengeneralisasikan keterampilan keterampialan dari suatu situasi ke situasi lainnya.
7.Memiliki masalah dalam mengeneralisasikan keterampilan keterampialan dari suatu situasi ke situasi lainnya.
Klasifikasi anak Tunaganda
Pada dasarnya ada beberapa kombinasi
kelaianan, di antaranya:
1. Kelainan utamanya tunagrahita.
Gabungannya dapat tunagrahita atau
tunanetra. Gabungan dengan tunanetrainilah yang dipandang paling berat cara
menanganinya.
2. Kelainan utamanya tunarungu.
Gabungannya dapat tunagrahita atau
tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara
menanganinya.
3. kelainan utamanya
tunanetra.
Gabungannya dapat berwujud
tunalaras, tunarungu, dan kelainan yang
4. Kelainanan utamanya tunadaksa.
4. Kelainanan utamanya tunadaksa.
Gabungannya dapat berwujud
tunagrahita, tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain.
5. Kelainan utamanya tunalaras.
Gabungannya dapat berwujud austisme dan pendengaran.
6. Kombinasi kelainan lain.
6. Kombinasi kelainan lain.
Penyebab Anak tunaganda disebabkan
oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi pada saat sebelum kelainan, saat
kelahiran, dan atau setelah kelahiran.
1. Faktor Prenatal : ketidaknormalan
kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan ketidakcocokan Rh
infeksi pada ibu, kekurangan gizi ibu yang sedang mengadung, serta terlalu
banyak menkonsumsi obat dan alcohol.
2. Faktor Natal : Kelahiran prematur kekurangan oksigen pada saat
kelahiran luka pada otak saat kelahiran.
2. Faktor Natal : Kelahiran prematur kekurangan oksigen pada saat
kelahiran luka pada otak saat kelahiran.
3. Faktor natal : Kepala mengalami
kecelakaan kendaraan ,jatuh ,dan mendapat pukulan atau siksaan
4. Nutrisi yang salah : Anak tidan
dirawat dangan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang sama,
sehingga dapat berpengaruh tehadap otak (meningitis atau
encephalities).
Prevalensia Anak
Tunaganda mengingat belum ada defininsi yang dapat diterima secara umum
tentang anak tunaganda, maka tidak ada gambaran yang akurat tentang prevalensi
anak tunaganda. jika menggunakan analog di Amerika Serikat, maka jumlah anak
tunaganda berkisar sekitar 0,05% sampai dengan 0,1% dari populasi usia sebaya.
Berdasarkan asumsi bahwa jumlah anak tunaganda di Indonesia proporsinya sama
dengan yang di Amerika Serikat, maka jumlah anak anak usia sekolah di Indonesia
yang sekitar 60 juta orang, maka anak tunaganda Indonesia sekitar 99.000 anak
sampai 110.000 anak.
LAYANAN PENDIDIKANNNYA
Pada masa lalu,tunaganda secara
rutin dipisahkan dari sekolah regular,bahkan sekolah Khusus .Namun sejak tahun
80-an layanan pendidikan bagi anak tunaganda semakin mendapat perhatian di
tengah-tengah masyarakat, dengan mendirikan sekolah-sekolah khusus. Demikian
juga program-program pendidikan bagi anak
tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin.setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk meninmgkatkan kemandirian anak.untuk menjaga efekvitas program pendidikan,maka program seharusnya mengakes empat bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional, ,kemasyarakatan, dan vokasional.Hasil asesmen ini mungkinkan dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional.Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup,di antaranya:ekspresi pilihan, komunikasi,pengembangan keterampilan fungsional,dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya,menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda,maka pendekatan multidipliner adalah penting.Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak tunaganda,seperti terapis bicara dan bahasa,terapis bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional seharusnya bekerjasama dengan guru-guru kelas,guru-guru khusus dan orangtua,karena perlajuan yg lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah.Untuk dapat menjamin kemandirian menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya. Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen lainnya yg penting.menghadirin sekolah regular dan berpartisipasi dalam kegiatan yg sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya perubahan sikap yg lebih positif.
tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin.setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk meninmgkatkan kemandirian anak.untuk menjaga efekvitas program pendidikan,maka program seharusnya mengakes empat bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional, ,kemasyarakatan, dan vokasional.Hasil asesmen ini mungkinkan dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional.Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup,di antaranya:ekspresi pilihan, komunikasi,pengembangan keterampilan fungsional,dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya,menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda,maka pendekatan multidipliner adalah penting.Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak tunaganda,seperti terapis bicara dan bahasa,terapis bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional seharusnya bekerjasama dengan guru-guru kelas,guru-guru khusus dan orangtua,karena perlajuan yg lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah.Untuk dapat menjamin kemandirian menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya. Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen lainnya yg penting.menghadirin sekolah regular dan berpartisipasi dalam kegiatan yg sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya perubahan sikap yg lebih positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar